Kamis, 30 Oktober 2014



SELAYANG PANDANG SEJARAH LOWANO
SEBUAH KISAH YANG BERKEMBANG DARI MULUT KE MULUT

          Sejarah adalah seluruh kejadian yang pernah terjadi, banyak orang menganggap bahwa sejarah adalah hal yang biasa, sepele dan merupakan peristiwa di masa lalu yang kadang hanya dianggap sebagai ingatan atau memori peristiwa (pengalaman). Namun anggapan akan menjadi lain ketika peristiwa itu berkaitan dengan seseorang yang “linuwih” atau merujuk pada suatu tempat yang mempunyai makna tertentu bagi sebagian orang, maka orang akan secara sukarela mencari cerita bahkan memaksakan untuk membuat cerita yang berujung pada sebuah akronim dari history menjadi his story.
          Tulisan ini dibuat tidak sekedar untuk membuat cerita saja, namun lebih dari itu sebagai pengalian sebuah jatidiri dan kebanggaan sekumpulan masyarakat yang hidup, bertempat tinggal dan melakukan kegiatan sehari-hari di sebuah tempat yang bernama Desa Loano. Mungkin telah beratus- ratus tulisan dan berpuluh-puluh sumber telah digali untuk menceritakan kembali kesejarahan sebuah tempat yang dulunya bernama Singgelopuro, namun kadangkala bnayak ditemukan berbagai kejanggalan-kejanggalan dalam isi cerita itu.
Penulis pernah membaca blog dari internet - yang tentunya tidak usah disebutkan adminnya. Dalam tulisannya itu disebutkan bahwa penguasa Loano tempo dulu- Haryo Bangah adalah anak dari Brawijaya –Raja Majapahit terakhir, kemudian ada lagi yang menuliskan bahwa Retno Marlangen ( dalam cerita Loano disebut-sebut sebagai istri Pangeran Anden Loano anak Haryo Bangah) adalah anak perempuan dari Brawijaya, tapi kedua cerita itu kembali bertabrakan ketika ada cerita lain yang mengatakan kalau Haryo Bangah dan Retno Marlangen adalah kakak beradik. Lucu juga ketika ketiga cerita itu disinkronkan dengan cerita dari mulut ke mulut yang berkembang di Loano. Mengapa ?
Cerita Pertama : Haryo Bangah anak Brawijaya, sepertinya ini tidak mungkin karena Brawijaya yang disebut sebagai Raja terakhir Majapahit adalah Raja dari sebuah kerajaan di bekas Majapahit artinya para sejarawan meyakini bahwa Majapahit sebagai Negara besar telah runtuh pada Tahun 1478 Masehi, sementara akhir dari masa pemerintahan Brawijaya adalah tahun 1527 Masehi, banyak sejarawan yang meneyebut bahwa Brawijaya terkhir ini sebenarnya adalah Raja dari Daha ( Kediri ) yang melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit pasca perang Paregreg walaupun di banyak cerita dahulunya Penguasa Daha (Bhre Daha) adalah adik dari Ratu Tribuwana Tunggadewi ibu Hayam Wuruk bahkan Hayam Wuruk-pun tercatat dalam sejarah juga menantu  Bhre Daha dari perkawinannya dengan Paduka Sori anak perempuan Bhre Daha ( Sejarah Nasional Indonesia Jilid II Terbitan Tahun 1976). Lagipula jika Haryo Bangah adalah anak Brawijaya, dirasa juga tidak mungkin karena Brawijaya Terakhir mulai surut dari panggung sejarah sejak tahun 1527 atau awal kebangkitan Islam di Demak, sementara dari cerita penyebaran Islam dikenal nama Ki Tjokrodjoyo atau  Sunan Geseng murid Sunan Kalijogo, yang dalam sejarah ia melakukan penyebaran Agama Islam di wilayah Kedu, Bagelen tentunya termasuk Loano, dan di Loano ini Sunan Geseng meninggalkan sebuah monument yang hingga kini masih kokoh berdiri yaitu Masjid Jami’ AL IMAN Loano. Jika dipaksakan maka yang terjadi adalah Haryo Bangah sejaman dengan Sunan Geseng, padahal dari cerita yang berkembang dari mulut ke mulut Haryo Bangah adalah pemeluk Hindu dan tidak mungkin masuk Islam karena diyakini oleh sebagian masyarakat Loano Haryo Bangah ( Batara Lowanu ) tidak meninggal namun moksa, sebuah proses akhir hidup tertinggi versi Agama Hindu dengan menghilangnya jiwa serta raga secara bersamaan.
Cerita kedua : Retno Marlengen adalah anak Brawijaya terakhir, inipun juga kacau karena dari kesimpulan cerita yang pertama bahwa Haryo Bangah adalah Hindu, tidak sejaman dengan Sunan Geseng, rentang tahun hidup Haryo Bangah ratusan tahun dengan perkembangan Islam, maka mana mungkin Retno Marlengen yang hidup di awal perkembangan Islam diambil menantu oleh Haryo Bangah.
Cerita Ketiga : Haryo Bangah dan Retno Marlengen adalah kakak beradik, inipun juga tidak mungkin karena dalam cerita Retno Marlengen adalah istri dari anak Haryo Bangah, jadi sebuah ketidakmungkinan ketika adik sendiri diambil menantu.
          Tulisan ini bukan berarti akan mengklaim sebagai cerita yang terbenar, namun sekedar pendokumentasian dari sebuah cerita dari mulut ke mulut yang berkembang di masyarakat Loano namun penulis hanya mencoba untuk menyinkronkan / menyesuaikan dengan fakta sejarah, minimal ini adalah sebuah referensi baru untuk menguak sejarah Loano Tua  yang sebenarnya walaupun di lapangan dapat dikatakan sulit karena bukti kesejarahan dari Loano juga sangat minim, yang dapat digali hanyalah sebuah cerita /mitos yang berkembang di masyarakat yang kadang telah dibumbui dengan cerita-cerita yang dibuat untuk melegitimasi kalangan-kalngan tertentu. Tulisan inipun juga mempunyai banyak kelemahan-kelemahan karena rentetan peristiwa yang dituliskan berdasar asumsi-asumsi saja. Tapi bagaimanapun kita juga harus menyadari karena kisah-kisah yang telah dituturkan oleh para pendahulu kita dulu mungkin juga bagian dari asumsi mereka mengingat rentang kejadian asal muasal dari Loano sendiri telah berumur ratusan tahun.
          Kompilasi ini disusun berpijak dari cerita tentang Loano Tua ( era Haryo Bangah ) kemudian Loano Muda ( era Dinasti Gagak berkuasa ) kemudian Loano Riwayatmu ( era pra kemerdekaan ) dan Loano Kontemporer ( era Loano pasca kemerdekaan hingga kini ). Harapannya agar seluruh masyarakat Loano dapat mengetahuinya, mencoba merasakan dan meresapinya agar timbul sebuah kebanggaan menjadi “wong Loano”
                                                     Loano Purworejo,          Tahun 2014
                                                                            Penulis,

                                                                   ERWAN WILODILOGO
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar